Perusahaan manapun pasti pernah mengalami konflik internal. Mulai dari tingkat individu, kelompok, sampai unit. .Mulai dari derajat dan lingkup konflik yang kecil sampai yang besar. Yang relatif kecil seperti masalah adu mulut tentang pribadi antarkaryawan, sampai yang relatif besar seperti beda pandangan tentang strategi bisnis di kalangan manajemen. Contoh lainnya dari konflik yang relatif besar yakni antara karyawan dan manajemen. Secara kasat mata kita bisa ikuti berita sehari-hari di berbagai media. Disitu tampak konflik dalam bentuk demonstrasi dan pemogokan. Apakah hal itu karena tuntutan besarnya kompensasi, kesejahteraan, keadilan promosi karir, ataukah karena tuntutan hak asasi manusia karyawan.
Konflik itu sendiri merupakan proses yang dimulai bila satu pihak merasakan bahwa pihak lain telah mempengaruhi secara negatif atau akan segera mempengaruhi secara negatif. Faktor-faktor kondisi konflik (Robbins, Sthepen ,2003, Perilaku Organisasi):
* Harus dirasakan oleh pihak terkait
* Merupakan masalah persepsiAda oposisi atau ketidakcocokan tujuan, perbedaan dalam penafsiran fakta, ketidaksepakatan pada pengharapan perilaku
* Interaksi negatif-bersilangan
* Ada peringkat konflik dari kekerasan sampai lunak.
Menurut Baden Eunson (Conflict Management, 2007,diadaptasi), terdapat beragam jenis konflik:
* Konflik vertikal yang terjadi antara tingkat hirarki,seperti antara manajemen puncak dan manajemen menengah, manajemen menengah dan penyelia, dan penyelia dan subordinasi. Bentuk konflik bisa berupa bagaimana mengalokasi sumberdaya secara optimum, mendeskripsikan tujuan, pencapaian kinerja organisasi, manajemen kompensasi dan karir.
* Konflik Horizontal, yang terjadi di antara orang-orang yang bekerja pada tingkat hirarki yang sama di dalam perusahaan. Contoh bentuk konflik ini adalah tentang perumusan tujuan yang tidak cocok, tentang alokasi dan efisiensi penggunaan sumberdaya, dan pemasaran.
* Konflik di antara staf lini, yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki tugas berbeda. Misalnya antara divisi pembelian bahan baku dan divisi keuangan. Divisi pembelian mengganggap akan efektif apabila bahan baku dibeli dalam jumlah besar dibanding sedikit-sedikit tetapi makan waktu berulang-ulang. Sementara divisi keuangan menghendaki jumlah yang lebih kecil karena terbatasnya anggaran. Misal lainnya antara divisi produksi dan divisi pemasaran. Divisi pemasaran membutuhkan produk yang beragam sesuai permintaan pasar. Sementara divisi produksi hanya mampu memproduksi jumlah produksi secara terbatas karena langkanya sumberdaya manusia yang akhli dan teknologi yang tepat.
* Konflik peran berupa kesalahpahaman tentang apa yang seharusnya dikerjakan oleh seseorang. Konflik bisa terjadi antarkaryawan karena tidak lengkapnya uraian pekerjaan, pihak karyawan memiliki lebih dari seorang manajer, dan sistem koordinasi yang tidak jelas.
Dalam konteks bekerja untuk hal-hal yang sesuai dengan tujuan perusahaan, maka konflik akan muncul, antara lain, karena beda kepentingan organisasi (departemen) dalam melakukan proses untuk mencapai tujuan perusahaan tersebut.
Namun demikian, jika “tujuan perusahaan” dipersepsikan lain-lain oleh masing-masing individu pelaku konflik, maka konflik yang terjadi menjadi demikian sulit karena tidak lagi bisa diantisipasi dengan batasan-batasan aturan perusahaan. Konflik ini telah memasuki ranah ego individu, dan tergantung (serta dikendalikan oleh) masing-masing tingkatan etika yang dimiliki oleh individu-individu bersangkutan.
Pada beberapa kasus yang di temui, “ketidaketisan” individual ini, sekalipun dimafhumi bersama sebagai “tidak etis”, kerap kali bisa tetap eksis karena memang dengan sengaja dimanfaatkan oleh individu-individu dengan otoritas yang lebih tinggi yang menginginkan agar konflik tetap berlangsung, untuk tujuan-tujuan lain di luar konflik itu sendiri.
Karena itu, konflik organisasi, bisa saja terjadi bukan karena “tercipta” oleh dinamika organisasi, tetapi “sengaja diciptakan”, atau juga bahkan “sengaja dikelola” untuk tujuan-tujuan lain yang sifatnya individual dan tidak berkorelasi dengan tujuan organisasi perusahaan.
Konflik jenis ini telah menjadi “tantangan” yang tidak mudah bagi banyak pelaku organisasi dalam memastikan berjalannya proses organisasi dan berorganisasi yang “sesuai aturan”.
MENGELOLA KONFLIK
Model pendekatan pengelolaan konflik begitu beragam bergantung pada jenis lingkup, bobot, dan faktor-faktor penyebab konflik itu sendiri. Ada yang menerapkan pendekatan negosiasi, dinamika kelompok, pendekatan formal dan informal, pendekatan gender, pendekatan kompromi, pendekatan mediasi, dsb. Dalam prakteknya ternyata tidak semudah ucapan. Apalagi kalau konflik itu diciptakan seseorang dengan maksud tidak untuk membangun organisasi yang sehat. Melainkan untuk kepentingan pribadi dan klik, misalnya dalam membangun kekuasaan, kekuatan dan pengaruh. Kepentingan individu dan klik ditempatkan di atas kepentingan perusahaan. Ketika itu terjadi maka ketegangan-ketegangan akan timbul mulai dari ketidaksepakatan misalnya tentang suatu tujuan dan kebijakan perusahaan, pertanyaan-pertanyaan sinis terhadap orang-pihak lain, serangan verbal yang keras, ancaman dan ultimatum, serangan fisik, dan bahkan penghancuran atau pembunuhan karakter orang lain.
Lalu mengapa konflik perlu dikelola? Apa untungnya? Bukankah nanti akan reda dengan sendirinya? Tidak juga, karena kalau tidak dikelola bakal menjadi semakin parah. Bahkan berkembang menjadi kekerasan fisik dan non-fisik.Tak ada ujung solusi. Proses produksi, distribusi, dan transaksi bisnis akan sangat terganggu. Persoalan pribadi pun akan berkembang menjadi kebencian dan dendam mendalam. Yang rugi adalah karyawan, manajemen, dan tentu saja perusahaan. Kalau dikelola dengan baik maka secara bertahap ketegangan konflik diharapkan semakin mereda dan pada gilirannya suasana akan pulih kembali. Yang menjadi pertanyaan, dimulai dari segi mana pengelolaan konflik seharusnya dilakukan. Dan bagaimana pendekatannya?.
Uraian berikut lebih menggambarkan prinsip-prinsip pendekatan ketimbang uraian beragam jenis pendekatan secara teknis. Ada tiga pendekatan yakni :
(a) Pendekatan Pencegahan,
1. Meningkatkan partisipasi seluruh elemen pelaku organisasi khususnya subordinasi dalam perumusan kebijakan dan perencanaan perusahaan,
2. Melakukan sosialisasi dan internalisasi strategi dan kebijakan perusahaan,
3. Penyediaan sumberdaya yang dibutuhkan dalam proses produksi dan distribusi secara lengkap dan bersinambung,
4. Membangun struktur organisasi yang fleksibel dalam mengembangkan komunikasi dan koordinasi yang efektif serta dinamika kelompok,
5. Membangun suasana kekeluargaan dan kebersamaan secara psikologis.
(b) Pendekatan Penghindaran
o Menarik diri secara ikhlas dari konflik sebelum datangnya konflik yang parah,
o Setiap yang berkonflik siap menghilangkan keegoannya masing-masing,
o Kesediaan membuka pintu maaf.
(c) Pendekatan Pemecahan konflik.
* Yang berkonflik saling mengidentifikasi penyebab konflik secara terbuka,
* Memperkecil perbedaan-perbedaan; sebaliknya menumbuhkan pemahaman bersama tentang kerugian adanya konflik yang berkepanjangan,
* Mengembangkan tujuan dan kepentingan bersama di antara yang
* berkonflik,Menggunakan peran mediator yang netral, obyektif, akhli, dan berpengalaman.
0 komentar:
Posting Komentar